Your Ad Here

Monday, March 23, 2009

Susahnya Jadi Manajer Sepak Bola

KALAU Anda bisa memilih, mana lebih enak, menjadi Claudio Ranieri, manajer Chelsea, atau Alan Curbishley, manajer Charlton Athletic? Kedua klub sama-sama berada di Liga Utama Inggris, sama-sama terletak di London, hanya dipisahkan oleh Sungai Thames saja.

Pertama, Chelsea terletak di kawasan kaya, Kensington and Chelsea di utara sungai, sedangkan Charlton terletak di kawasan Plumstead, selatan sungai, kawasan biasa-biasa.

Anda pencinta sepak bola Inggris tentu sudah tahu kalau Chelsea sekarang dibeli oleh konglomerat muda Rusia, Roman Abramovic. Sejauh ini, Ranieri sudah menghabiskan lebih dari 100 juta poundsterling guna membeli pemain-pemain baru, termasuk yang paling baru, Scott Parker dari Charlton, awal Februari lalu.

Chelsea sekarang masih berada di peringkat ketiga, masih memiliki peluang menjadi juara liga. Tetapi ketika Chelsea melawan Charlton seminggu lalu, beberapa penonton Charlton bernyanyi, "kamu akan dipecat musim panas nanti".

Berulang kali lagu ini diarahkan ke Ranieri. Entah karena tidak tahan atas ejekan dan juga sifat Ranieri yang kocak, manajer asal Italia ini kemudian berteriak, "bukan musim panas, tetapi bulan Mei nanti".

Penonton tertawa dan keadaan menjadi cair. Ranieri dalam kolomnya di harian The Times hari Sabtu (14/2) mengakui hal tersebut sebagai lelucon saja. Namun sebenarnya masalahnya jauh lebih serius. Belakangan spekulasi bahwa Ranieri akan diganti terus bergema, tampaknya seiring dengan hasil buruk yang dicapai klub tersebut.

Tiap kali Chelsea kalah atau seri, posisi Ranieri disebut-sebut semakin goyang dengan Abramovic menginginkan agar manajer tim nasional Inggris, Sven Goran Eriksson, menggantikan Ranieri di musim panas nanti.

Sejauh ini Chelsea masih mengatakan Ranieri dikontrak sampai tahun 2007. Ranieri sendiri dalam kolom tersebut mengatakan uang tidak bisa membeli gelar.

Ranieri mencontohkan klub Inter Milan yang dalam beberapa masa pernah gonta-ganti sampai 109 pemain, namun mereka tidak bisa mengecap manisnya jadi juara Seri A Italia.

Ranieri juga menyebut rekor Eriksson di Italia yang hanya sekali menjadi juara selama 14 tahun berada di sana. Itu pun kemenangan Lazio baru dicapai di hari terakhir karena saingan utamanya, Juventus, kalah dari Peruggia dalam pertandingan di tengah hujan lebat.

Di awal musim, barangkali banyak manajer yang iri melihat "keberuntungan" Ranieri. Tetapi pers melihat sekarang peringkat ketiga saja tidaklah cukup. Karena dua saingan utama mereka, Arsenal dan Manchester United, masih bersaing pula di Piala Champions dan Piala FA.

Kalau Ranieri banyak mendapat tekanan, bagaimana dengan Alan Curbishley di Charlton. Dari sisi kepuasan dan jaminan kerja, Curbishley mungkin lebih beruntung. Dia sudah lebih dari 10 tahun di klub tersebut. Posisi Charlton yang sekarang berada di peringkat enam menjadi bonus.

Sebagai klub kecil, dan biasanya berada di peringkat belasan, posisi papan atas dan tidak harus berpikir mengenai degradasi, memberikan jaminan bagi Curbishley paling tidak akan setahun lagi berada di sana.

Bagi pendukung Charlton, posisi keenam adalah hebat. Bagi pendukung Chelsea, posisi ketiga adalah "kegagalan". Betapa tipisnya garis sebuah keberhasilan.

DI Southampton, di kawasan selatan Inggris, pembicaraan penting, entah itu di harian lokal maupun radio setempat, adalah siapa yang akan menggantikan Gordon Strachan menjadi manajer klub tersebut di awal musim depan.

Strachan sudah mundur Jumat lalu, tiga bulan lebih awal dari rencana semula. Sejak Strachan mengatakan dia tidak akan memperpanjang kontraknya lebih sebulan lalu, hasil pertandingan Southampton pun ikut memburuk.

Ketidakjelasan siapa yang akan menggantikan Strachan ini merusak konsentrasi pemain, pemilik klub Rupert Lowe, dan Strachan sepakat bahwa mantan bintang Manchester United ini sebaiknya mundur sekarang.

Ini pada gilirannya menimbulkan masalah baru karena Lowe disebut-sebut ingin mempekerjakan kembali Glenn Hoddle. Hoddle tiga tahun lalu meninggalkan Southampton guna menjadi manajer Tottenham Hotspurs.

Para pencinta The Saints, nama Southampton, masih belum melupakan peristiwa tersebut. Sebagian pendukung mengatakan tidak akan menerima kalau Hoddle kembali menangani klub tersebut.

Anda lihat mengurus sebuah tim sepak bola jauh lebih penting dari sebuah pekerjaan biasa. Manajer legendaris Liverpool, Bill Shankly, pernah mengatakan, "Sepak bola lebih penting dari sekadar masalah hidup dan mati, jauh lebih penting."

Jadi, pendukung Southampton lebih peduli siapa yang menjadi manajer klub mereka dibandingkan dengan siapa yang menjadi Perdana Menteri Inggris.

Berlarut-larutnya persoalan keuangan di Leeds United dan ancaman yang semakin nyata kemungkinan degradasi, menyebabkan banyak penduduk kota tersebut menjadi stres.

Kalau sampai Leeds United jatuh ke divisi satu, mereka merasa bahwa gengsi Leeds sebagai salah satu kota besar di Inggris akan jatuh pula. Klub sepak bola menjadi salah satu barometer keberhasilan sebuah kota.

"Lihat Manchester, mereka punya United dan City. Liverpool punya Liverpool dan Everton. Kita menjadi bahan tertawaan dunia kalau Leeds sampai degradasi," kata seorang pendukung klub tersebut dalam artikel di harian The Guardian mengenai dampak sebuah klub sepak bola terhadap perekonomian sebuah kota.

Mungkin hanya ada dua manajer saja yang sekarang ini posisinya tidak tergoyahkan, yaitu Sir Alex Ferguson di Manchester United dan Arsene Wenger di Arsenal. Itu pun karena dalam beberapa tahun terakhir posisi mereka selalu di puncak klasemen.

Yang lainnya, termasuk Ranieri, akan selalu waswas dengan masa depan jabatan mereka, tergantung bagaimana para pemain mereka berlaga di lapangan. Sepak bola di Inggris (atau di mana saja) kejam.

L Sastra Wijaya Kontributor Kompas dan Penyiar BBC di London




No comments: