Your Ad Here

Monday, March 23, 2009

Pidato Ketua Umum PSSI Pada HUT PSSI 19 April 2008

Sepakbola modern memiliki peran penting dalam pembangunan sebuah masyarakat Bangsa. Fenomena sepakbola modern industrial terbukti mampu menelorkan daya saing dan prestasi tinggi (high level) di tingkat global.

Trend industri sepakbola dunia menuntut sepakbola Indonesia masuk ke dalam arus sepakbola modern yang kian mengglobal. Tidak ada pilihan lain bagi PSSI (Sepakbola Indonesia) kecuali menceburkan diri dalam panggung raksasa persepakbolaan dunia yang kian mengglobal dan kompetitif.

Bahkan pendirian PSSI pada 19 April 1930 didorong sebuah idealisme membebaskan Indonesia dari penjajah yang terformulasi dalam motto ‘sepakbola sebagai alat perjuangan bangsa’. Motto itu ternyata masih sangat relevan di era sepakbola modern dewasa ini. Sepakbola ‘sebagai alat perjuangan bangsa’ era penjajahan dimaknai secara lebih luas dalam era sepakbola modern.

Pertama, sepakbola berkualitas mengangkat harkat dan martabat serta kebanggaan Bangsa dan Negara. Kedua, sepakbola dapat membangkitkan dan mempertebal rasa kebersatuan (nasionalisme) masyarakat Bangsa yang mengatasi segala perbedaan suku, agama, ras, kasta, dan warna kulit.

Makna ketiga, sepakbola berpotensi besar menjadi industri raksasa dan ikut menggerakkan perekonomian daerah dan nasional. Klub-klub sepakbola dan kompetisi yang dikelola secara profesional merupakan tulang punggung bisnis sepakbola modern.

Keempat, sepakbola juga dapat membangun karakter, watak, dan budaya unggul (kultur) masyarakat Bangsa (character building) seperti kecerdasan strategis, team-work, sikap solider, egaliter, kerja keras, disiplin, tekad kuat, sportif, menjunjung tinggi hukum dan etika.

Menyadari arti strategis sepakbola sebagaimana digambarkan di atas, di sisi lain sepakbola nasional masih tercecer di tengah arus perkembangan sepakbola modern yang kian mengglobal terutama akibat terjerat dalam ‘sepakbola politik’ selama puluhan tahun, PSSI pun mencanangkan Visi Sepakbola Indonesia 2020, yaitu tekad membangun sepakbola Indonesia modern berdasarkan organisasi modern dan manajemen profesional yang berorientasi pada kualitas dan prestasi (quality dan achievement oriented) serta bisnis dan keuntungan (business and profit oriented).

5 Strategi

Untuk mencapai itu, PSSI melakukan beberapa strategi penting. Pertama, modernisasi organisasi yang diawali dengan mengganti Anggaran Dasar dan Rumah Tangga PSSI menjadi Pedoman Dasar PSSI sesuai standar FIFA. Terobosan lain berupa pembentukan 9 badan pelaksana program utama, yaitu BLI, BLA, BFN, BTN, BPSI, BWSI, BISNI, BITSI, dan BHLN.

Strategi kedua, penegakan hukum (law enforcement) dan etika, baik etika organisasi maupun etika profesi, yang mengacu pada Statuta FIFA, Pedoman Dasar PSSI, Peraturan Organisasi (PO). Sedangkan aspek etika mengacu kepada code of conduct FIFA, Panca Harapan PSSI, dan Peraturan Komisi Disiplin PSSI yang sudah disesuaikan dengan Peraturan Disiplin FIFA dan AFC.

Strategi ketiga, pengelolaan sepakbola dengan sistem dan manajemen profesional, khususnya di bidang sumber daya manusia, administrasi, kemitraan, dan keuangan. Selain itu, menempatkan tenaga-tenaga profesional di badan-badan dan komisi, serta pemanfaatan ilmu dan teknologi informasi.

Strategi keempat, membuat program-program strategis progresif yang masuk dalam 10 Program Emas seperti perhelatan Liga Super, reformasi struktur Liga Amatir, penciptaan bintang sepakbola dan Goes To Europe melalui program kompetisi yunior di Uruguay dan School of Excellent.

Strategi kelima, pembangunan infrastruktur, terutama meyakinkan pemerintah tentang pentingnya membangun infrastruktur sepakbola seperti memperbanyak lapangan sepakbola di kota-kota seluruh Indonesia. Lalu, memperbanyak stadion berstandar nasional dan internasional di kota-kota besar.

10 Program Emas

Strategi dan tahapan pencapaian di atas dijabarkan lagi dalam berbagai program strategis yang tertuang di dalam blueprint sepakbola Indonesia 2007-2020. Dari berbagai program strategis itu, ada 10 program penting yang saya sebut Program Emas.

Pertama, Liga Super Indonesia (LSI) sebagai lokomotif industri sepakbola Indonesia menuju panggung elit sepakbola Asia (Goes To Asia) 2011. Untuk mencapai itu, LSI yang akan diluncurkan pada 5 Juli 2008 menuntut peningkatan secara signifikan kompetensi semua elemen kompetisi profesional seperti manajemen liga, klub, panpel, kelompok suporter, pemain, pelatih, perangkat pertandingan (wasit, PP), khususnya kompetensi PSSI dan BLI sebagai regulator dan badan pengelola.

Kedua, Profesionalisme Klub, terutama pemenuhan kewajiban 5 aspek standar: berbadan hukum, sporting (pendidikan dan latihan-Youth Development), kualifikasi personil dan administrasi (manajemen profesional), infrastruktur (stadion), dan keuangan.

Ketiga, Goes To Europe yaitu penciptaan bintang sepakbola nasional melalui tiga program Youth Development: pendirian School of Excellent di Sawangan, pengiriman pemain-pemain berbakat ke Kompetisi yunior di Uruguay, dan kewajiban klub-klub profesional memiliki tim yunior U-18 dan U-21.

Keempat, reformasi Liga Amatir dengan kebijakan pembatasan usia. Kompetisi Divisi III diikuti pemain berusia U-21, sedangkan Kompetisi Divisi II diikuti pemain berusia U-23 serta peningkatan jumlah dan mutu kompetisi yunior seperti Medco Cup, Danone Cup, dan Suratin Cup. Selain itu, meski berbaju amatir, klub-klub amatir pun dituntut untuk berpikir dan bekerja profesional agar mampu surfive dalam era sepakbola modern yang penuh persaingan dan keterpurukan ekonomi nasional.

Kelima, penerapan Informasi Teknologi dan Ilmu Pengetahuan seperti Database Management System dan optimalisasi Webportal sebagai media informasi dan komunikasi dengan pelaku dan komunitas sepakbola secara cepat, interaktif, dan efektif.

Keenam, pembangunan infrastruktur industri sepakbola melalui program Kartu Profesional & Kartu Komunitas Sepakbola. Dengan program ini, PSSI ingin ’mengikat’ pasar sepakbola, yaitu pelaku dan pencinta sepakbola Indonesia yang sangat besar.

Ketujuh, Yayasan Sepakbola Indonesia (YSI) dan Asosiasi Profesi. YSI akan bergerak di bidang sosial seperti pendidikan dan pelatihan. PSSI juga mendorong terbentuknya Asosiasi Profesi seperti asosiasi pemain dan asosiasi pelatih.

Kedelapan, pembangunan Basecamp untuk Training Center Tim Nasional dan School of Excellent dengan fasilitas modern dan komplit di daerah Sawangan yang mulai dibangun pada akhir 2008.

Kesembilan, pembangunan Wisma PSSI dan modernisasi Kantor-Kantor Pengda & Pengcab PSSI dengan mengusahakan pencarian pendanaan bagi upaya modernisasi kantor berikut fasilitas kantor Pengda dan Pengcab PSSI.

Kesepuluh, Vision Indonesia sebagai implementasi Vision Asia dan ’juklak’ Blueprint Visi 2020 yang mencakup 11 elemen: organisasi, youth development, kompetisi, sepakbola wanita, pelatih, wasit, suporter, futsal, marketing dan media, medis.

78 tahun silam, tepatnya 19 April 1930, bapak-bapak pendiri PSSI menoreh sejarah besar: mendeklarasikan lahirnya institusi tertinggi sepakbola di Negeri ini. Saya sangat yakin, Ir. Soeratin dan para Founding Fathers PSSI lainnya tidak pernah berwacana tentang industri sepakbola. Mereka berbicara sepakbola sebagai politik.

Bahkan sepakbola politik mengental hingga era reformasi saat ini. Memang pemilihan ketua umum PSSI tidak lagi menunggu restu dari istana, tapi dipilih secara langsung dan demokratis. Pemerintah juga tidak lagi mengintervensi dinamika internal organisasi PSSI seperti dalam kasus penyempurnaan Pedoman Dasar PSSI berdasarkan road map FIFA dan AFC. Namun di level klub dan daerah, nuansa politik masih kental yang terefleksikan dalam pemilihan/penunjukan ketua atau manajer klub yang masih didominasi pejabat daerah serta pembiayaan operasional klub oleh Pemda (APBD).

Adalah kewajiban kita generasi masa kini untuk melestarikan bahkan mengembangkan nilai-nilai kesejarahan yang dipancang 78 tahun silam itu. Spirit itulah yang mengilhami sekaligus menggerakkan saya mencanangkan Visi Sepakbola Indonesia 2020. Sebuah tonggak yang mengubah arah perjalanan sejarah sepakbola Negeri ini. Dari sepakbola politik ke sepakbola industri modern. Klub profesional, misalnya, wajib menggali potensi komersialnya sehingga kelak tak lagi bergantung pada dana APBD.

Setelah 78 tahun para pembina sepakbola Negeri ini menempatkan sepakbola politik sebagai ’panglima’, dalam Visi 2020 sepakbola industri menjadi ’raja’. Sebuah refleksi kekinian yang kiranya meneguhkan kita dalam mewujutkan industri sepakbola yang maju pada era 2020-an. Dirgahayu PSSI, Selamat Hari Ulang Tahun ke-78.




No comments: